Rabu, 14 Desember 2016

Why We Need to Do More than Just Memorizing Pancasila

Indonesia’s national emblem, the Garuda Pancasila.


Perspective

Jakarta, GIVnews.com – As President Joko ‘Jokowi’ Widodo declares that the first day of June as the birthday of ‘Pancasila’, people can start wondering whether it makes a difference. How important is Pancasila for Indonesia and whether there is a tangible impact to people?
According to the country’s history and constitution, Pancasila shall form as the main philosophical foundation, forming the basic identity for Indonesia and its people. By right, all Indonesians remember the five principles in Pancasila. For decades, they have been taught at schools.
But implementing the values that are deeply conveyed in Pancasila is a different matter. At the government level, its proper adoption shall lead towards the implementation of policies that yield results which are parallel to the principles. At the people level, understanding the concept shall promote tolerance and other values that would lead to a harmonious living, despite our differences.
So theoretically by now, Indonesia could have been a great country to live in, an ideal beacon to the world where people have a good standard of living, without inequality. But apparently, we have not reached that stage yet, far from it.

Pancasila in our live

Pancasila, with its five principles, has not yet been truly implemented in our daily live. As of now, a corrupt system that hinders the people’s access to justice, peace, freedom of speech, and even human rights protection is still to be seen.

We still see alleged corruptors acting like celebrities. There are unsolvedhuman rights violation cases, unfairtreatment of overseas Indonesian workers continues, and uncompetitiveeducation institutions struggling to break international barrier.
Furthermore, in West Java, churches are allegedly extorted in exchange for ‘peace-keeping’ solution. Even the country’s capital frequently sees potential deadlock as Governor Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama continuously faces backlash over the implementation of tough policies that would eventually lead to a better living, parallel to the principles in Pancasila.
These are just few examples of some of the observed mischiefs that run totally the opposite from the basic principles taught in Pancasila.

School’s memory

Let’s go back to the school days, where we had to say aloud all the five principles of Pancasila during weekly flag ceremonies, up to the days where everything can be memorized by heart. Did we actually understand what we were told to remember? Has it made any difference to our live?
Pancasila will probably stay so long Indonesia progresses because everyone has it in their memory. But whether it continues to exist primarily just as the country’s symbol will depend on its successful implementation by the people.
The President’s decision to have the first day of June as Pancasila day is a good step. But we have to do more than just remembering it as Indonesia’s ideology. We should not just merely memorize Pancasila due to peer pressure. Next, people must be incentivized for understanding the principles, in addition to implementing it at school, work, home and any other places. It is now time for Indonesia to innovate new incentives that would drive people to truly implement the principles in Pancasila.

Source : globalindonesianvoices.com

Pembubaran KKR Natal di Bandung dianggap cederai nilai-nilai pancasila

Jemaat bersama Pdt. Stephen Tong Menyanyikan lagu Terakhir "Malam Kudus" Menjelang Pembubaran KKR Natal di Sabuga, Bandung

Merdeka.com - Sejumlah ormas keagamaan membubarkan Kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang diselenggarakan Gedung Sabuga, Bandung pada Selasa (6/12) kemarin. Pembubaran natalan tersebut dianggap sebagai bukti nyata bahwa adanya kelompok yang secara jelas mencederai dan memusuhi pancasila.


"Negara ini milik kita semua sebagai warga bangsa, kita wajib mempertahankan 4 pilar keIndonesiaan," ujar Ketua Bidang I DPP Garda Pemuda NasDem Ivanhoe Semen,Jakarta, Kamis (8/12).

Dia menjelaskan UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

"Kehidupan kebangsaan yang damai adalah komitmen kita bersama. Jangan takut terhadap teror!" tegasnya.

Oleh sebab itu, dia minta kejadian kemarin itu jangan menyurutkan semangat untuk membela Indonesia berpancasila dan berbhinneka Tunggal Ika. Tidak boleh ada ruang bagi kelompok-kelompok yang berupaya mengganggu kerukunan antar umat beragama.

"Tetaplah bersemangat merayakan Natal, tetaplah setia merawat Indonesia walaupun langit akan runtuh sekalipun, tetaplah membawa pesan perdamaian kepada sesama manusia," tandasnya.

Sebelumnya, massa yang mengatasnamakan diri Pembela Ahlus Sunnah (PAS) mendatangi lokasi penyelenggaraan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gedung Sabuga, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (6/12).

Pihak PAS meminta panitia KKR menyelenggarakan kegiatan keagamaan tersebut di rumah ibadah. Hasil kesepakatan antar kedua pihak yang dimediasi polisi membuahkan hasil yaitu acara KKR ibadah Natal sesi kedua tidak dilanjutkan dengan berbagai pertimbangan.

Acara Kebaktian Natal Umat Kristen yang menghadirkan Pdt.Dr.Stephen Tong untuk sesi kedua sedianya dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB di Gedung Sabuga. Pihak PAS menegaskan bahwa sama sekali tidak melarang kegiatan tersebut.

"Ini kan acara keagamaan, kita enggak masalah. Enggak ada pelarangan. Nah untuk melaksanakan Natal sesuai keyakinannya, kita menyarankan kegiatannya dilakukan di tempat semestinya sesuai Undang-Undang. Ya acara Natal dilakukan di gereja, bukan di Gedung Sabuga," ujar Ketua PAS Muhammad Roin di halaman Gedung Sabuga."Negara ini milik kita semua sebagai warga bangsa, kita wajib mempertahankan 4 pilar keIndonesiaan," ujar Ketua Bidang I DPP Garda Pemuda NasDem Ivanhoe Semen,Jakarta, Kamis (8/12).


Dia menjelaskan UUD 1945 menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.

"Kehidupan kebangsaan yang damai adalah komitmen kita bersama. Jangan takut terhadap teror!" tegasnya.

Oleh sebab itu, dia minta kejadian kemarin itu jangan menyurutkan semangat untuk membela Indonesia berpancasila dan berbhinneka Tunggal Ika. Tidak boleh ada ruang bagi kelompok-kelompok yang berupaya mengganggu kerukunan antar umat beragama.

"Tetaplah bersemangat merayakan Natal, tetaplah setia merawat Indonesia walaupun langit akan runtuh sekalipun, tetaplah membawa pesan perdamaian kepada sesama manusia," tandasnya.

Sebelumnya, massa yang mengatasnamakan diri Pembela Ahlus Sunnah (PAS) mendatangi lokasi penyelenggaraan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Gedung Sabuga, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Selasa (6/12).

Pihak PAS meminta panitia KKR menyelenggarakan kegiatan keagamaan tersebut di rumah ibadah. Hasil kesepakatan antar kedua pihak yang dimediasi polisi membuahkan hasil yaitu acara KKR ibadah Natal sesi kedua tidak dilanjutkan dengan berbagai pertimbangan.

Acara Kebaktian Natal Umat Kristen yang menghadirkan Pdt.Dr.Stephen Tong untuk sesi kedua sedianya dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB di Gedung Sabuga. Pihak PAS menegaskan bahwa sama sekali tidak melarang kegiatan tersebut.

"Ini kan acara keagamaan, kita enggak masalah. Enggak ada pelarangan. Nah untuk melaksanakan Natal sesuai keyakinannya, kita menyarankan kegiatannya dilakukan di tempat semestinya sesuai Undang-Undang. Ya acara Natal dilakukan di gereja, bukan di Gedung Sabuga," ujar Ketua PAS Muhammad Roin di halaman Gedung Sabuga.

Source : Merdeka.com 

Wakil Ketua MPR: Tak Boleh Putus Asa Mensosialisasikan Pancasila


Liputan6.com, Jakarta Di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, 8 Desember 2016, Wakil Ketua MPR E.E. Mangindaan mengungkapkan tantangan kebangsaan yang muncul.
Dikatakan, saat ini adanya kelemahan dalam pemahaman dan sempitnya pemaknaan keagamaan sehingga muncul rasa ekstrimis atau radikal. "radikalisme terjadi di semua agama," ujarnya. Radikalisme disebut mengganggu terhadap pemahaman Pancasila.
Tantangan kebangsaan yang lain adalah pengabaian kepentingan daerah serta fanatisme kedaerahan. dalam Pilkada, fanatisme kedaerahan ini muncul. sikap primodialisme terjadi. Seolah-olah yang bisa jadi kepala daerah hanya putra asli daerah. Menurut Mangindaan, hal ini mengganggu kebhinekaan."kurangnya penghargaan terhadap kebhinnekaan muncul saat-saat ini," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan oleh Mangindaan, tantangan kebangsaan juga muncul dari penguasa yang sewenang-wenang. "ketika jadi pemimpin seolah semua menjadi milihnya," ujarnya. diingatkan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat. untuk itu keadilan hukum harus ditegakkan.
Kesenjangan sosial menurut Mangindaan juga merupakan salah satu tantangan kebangsaan. saat ini diakui ada kemiskinan dan pengangguran. Diungkapkan dalam sebuah sosialisasi, pemateri setengah mati membicarakan Pancasila. kemudian ada mahasiswa yang nyeletuk, orang miskin apa masih perlu Pancasila.
Mendapat ungkapan yang demikian, menurut Mangindaan suatu hal yang susah untuk menjawabnya. "susah memberi sosialisasi di tengah kemiskinan," ungkapnya. Meski demikian menurut Mangindaan, kita tak boleh putus asa dalam mensosialisasikan Pancasila.

Source : Liputan6.com

Silaturahmi dengan Komunitas Konghucu, Agus Yudhoyono Diminta Jaga Pancasila

Foto: Agus Yudhoyono silaturahmi dengan komunitas Konghucu (Bisma Alief/detikcom)


Jakarta - Cagub DKI nomor urut 1 Agus Harimurti Yudhoyono mengadakan silaturahmi dengan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN). Dalam pertemuan itu, Agus dititipi pesan untuk menjaga Pancasila.

Pertemuan digelar di Klenteng Kong Miao, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Senin (12/12/2016). Ada yang berbeda dengan baju Agus saat tiba di klenteng tersebut. Agus yang biasanya mengenakan baju 'tacticool' penuh dengan berbagai atribut, kini hanya tersisa tulisan 'Indonesia' dan bendera merah putih di lengan kanan Agus.

Dalam sambutannya di depan puluhan umat Konghucu yang hadir, Agus menyatakan akan menghormati dan mengayomi seluruh perbedaan agama dan etnik yang ada di Indonesia, khususnya di Jakarta. 

"Salam hormat dari kedua orangtua saya, beliau selama 10 tahun menjadi bagian dari umat Konghucu, untuk mendapat hak-haknya di Indonesia," kata Agus.

"Saya mau mengayomi semua. Kita hormati segala perbedaan dan Bhinneka Tunggal Ika. Bagi saya pribadi, persatuan, perbedaan dan kebhinnekaan yang membuat kita kuat dan kaya. Jangan cari perbedaan tapi persamaan untuk kemanuasiaan dan kemajuan negeri kita," lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Umum MATAKIN Pusat, Uung Sendana menitipkan satu pesan pada Agus. Agus diminta untuk selalu menjaga Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Karena kedua hal tersebut yang membuat Indonesia aman hingga sekarang.

"Harapan saya pada Mas Agus adalah kalau jadi pejabat, kita titipkan Pancasila. Kalau pemimpin memegang Pancasila dan kebhinnekaan akan membuat negara aman. Jangan lagi bicara minoritas dan mayoritas," kata Uung.

"Kalau bisa, bangun 6 rumah ibadah bersebelahan, sebagai bentuk pemimpin yang mengayomi semua agama dan etnis," lanjutnya.

Di akhir pertemuan, Agus dihadiahi sebuah buku tentang kepemimpinan dan nasihat. Buku tersebut berjudul 'Kearifan Sepotong Krupuk'. 

Source : Detik.com

Pancasila Hanya Dapat Diubah dengan Cara Makar

Ahmad Basarah menyelidiki kedudukan Pancasila yang lahir tanggal 1 Juni 1945.

INFO MPR - Ahmad Basarah (Ketua Fraksi PDI Perjuangan MPR RI dan Wakil Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan) pada 10 Desember 2016 menjalani Sidang Promosi Doktor di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Disertasi Basarah juga menyatakan tidak ada mekanisme hukum apa pun untuk dapat mengubah Pancasila, kecuali melakukan revolusi dan membubarkan negara atau dengan cara makar terhadap ideologi negara Pancasila. Lembaga MPR sebagai pembentuk konstitusi (constitution maker) sekalipun, tidak dapat mengganti Pancasila, karena kewenangan MPR menurut Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 hanyalah “mengubah dan menetapkan UUD”, sementara kedudukan Pancasila berada di atas UUD.

Dalam doktrin ilmu hukum, menurut Teori Hukum Murni (pure theory of law) yang disampaikan Hans Kelsen, Pancasila merupakan norma dasar (grundnorm). Ciri grundnorm adalah dalam konteks terjadinya ditentukan oleh pembentuk negara pertama kalinya, kemudian terjelma dalam suatu bentuk pernyataan lahir (ijab kabul) sebagai penjelmaan kehendak pembentuk negara untuk menjadikan hal-hal tertentu sebagai dasar negara yang dibentuk. Dalam hal isinya, memuat dasar-dasar negara yang dibentuk, cita-cita kerohanian, cita-cita politik dan cita-cita negara lainnya dan memuat ketentuan yang memberikan bentuk pada hukum positif. Dengan ciri Pancasila yang tidak dapat diubah tersebut maka mengganti dasar dan ideologi Pancasila berarti sama dengan membubarkan negara proklamasi 17 Agustus 1945.

Adapun rekomendasi dalam disertasi ini, di antaranya adalah  MK,  dalam menjalankan wewenangnya seharusnya tidak hanya sebagai pengawal konstitusi (the guardian of the constitution), melainkan MK seharusnya juga berfungsi sebagai pengawal ideologi negara (the guardian of the ideology), yakni Pancasila. Sebagai konsekuensi kedudukan sebagai pengawal ideologi negara maka dalam mengadili suatu perkara, pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 MK, selain mendasarkan pada pasal-pasal UUD 1945, seharusnya juga mendasarkan pada Pancasila sebagai tolok ukur kehidupan

Rekomendasi lainnya adalah pentingnya pemerintah sebagai pemegang otoritas kekuasaan eksekutif perlu untuk membuat panduan atau pedoman sebagai dokumen resmi dalam menafsirkan dan memahami sila-sila Pancasila yang bersumber dari dokumen otentik pidato Pancasila 1 Juni 1945. Hal tersebut penting sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Keppres No. 24 Tahun 2016 yang telah menetapkan 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, agar dokumen tersebut dapat digunakan oleh para hakim MK, DPR bersama Pemerintah dalam pembentukan undang-undang, DPRD bersama Kepala Daerah dalam pembentukan peraturan daerah, maupun penyelenggara negara lainnya.

Panduan atau pedoman resmi tentang Pancasila tersebut juga dimaksudkan agar segenap komponen bangsa tidak memaknai Pancasila sesuai dengan selera dan kepentingannya masing-masing yang bersifat perseorangan, kelompok, maupun golongan. 

Disertasi Basarah juga menyatakan bahwa posisi dan kedudukan hukum Pancasila bukanlah terletak di dalam Pembukaan UUD 1945. Karena, hal itu berarti menempatkan posisi Pancasila bukan hanya sejajar dengan UUD tetapi justru menjadi bagian dari UUD. Padahal, posisi dan kedudukan hukum Pancasila adalah sebagai norma dasar (grundnorm) yang sifatnya meta legal dan berada di atas UUD.



Dengan demikian, pandangan yang selama ini mengatakan bahwa Pancasila lahir pada tanggal 18 Agustus 1945 karena Pancasila ditempatkan dalam pembukaan UUD 1945 adalah pandangan yang tidak tepat. Hal ini juga didukung fakta-fakta sebagai berikut:



1. PPKI tanggal 18 Agustus 1945 tidak pernah menetapkan Pancasila sebagai dasar Negara;

2. PPKI tanggal 18 Agustus 1945 hanya menetapkan dua hal, yaitu;


2.1 Verifikasi UUD 1945

2.2 Mengangkat Soekarno dan Hatta sebagai Presiden dan Wakil  Presiden untuk pertama kalinya.

3. Telah dikeluarkannya Keppres nomor 18 tahun 2008 tentang penetapan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Hari Konsitusi.

4. Apabila Pancasila dinyatakan ada di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka sebenarnya sebagai dasar negara, Pancasila pernah mengalami perubahan, karena ketika UUD 1945 diganti dengan Konstitusi RIS pada tahun 1949 dan kemudian Konstitusi RIS 1949* diganti dengan UUD Sementara pada tahun 1950. Rumusan sila-sila Pancasila yang terdapat di dalam pembukaan dua UUD tersebut telah berbeda dengan rumusan sila-sila Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945.  Padahal sesuai dengan teori hukum murni yang disampaikan oleh Hans Kelsen bahwa norma dasar (grundnorm) merupakan sesuatu yang dikehendaki yang bersumber dari keinginan rakyat melalui para pendiri bangsa. Oleh karena merupakan kehendak bersama, maka grundnorm tidak dapat berubah-ubah dan bersifat mengharuskan.

5. Terdapat fakta hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Aturan Tambahan Pasal II UUD 1945 yang berbunyi “Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal”. Maka jelaslah bahwa sila-sila Pancasila sebagaimana termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut adalah bagian dari UUD. Sementara, posisi Pancasila sebagai norma dasar atau grundnorm yang bersifat meta legal, kedudukannya berada di atas UUD.

6. Terdapat fakta Putusan MK Nomor 100/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang pada intinya MK menyatakan bahwa Pancasila sebagai dasar negara kedudukannya tidak bisa disejajarkan dengan UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika*, yang oleh Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Partai Politik disebut sebagai empat pilar berbangsa dan bernegara. Menurut MK, Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka pikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu di samping sebagai dasar negara, juga sebagai filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum* negara, dan sebagainya. Oleh karena itu, menurut MK menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar yang sejajar dengan UUD 1945 dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang demikian itu. 

Sumber : Tempo.co

Pancasila Harus Jadi Tolok Ukur Kehidupan


Semarang – Seluruh kader dan alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) sepatutnya memiliki komitmen kuat membumikan Pancasila. Selain itu, Pancasila juga harus dijadikan tolok ukur kehidupan.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pakar DPP Persatuan Alumni GMNI (PA GMNI) Theo L Sambuaga seusai menghadiri Ujian Promosi Doktor Ahmad Basarah di Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (10/12).
“Kader-kader GMNI dan alumni harus punya komitmen yang kuat dan terus ditingkatkan, bukan saja sosialisasikan, memasyarakatkan, tapi menjadikan Pancasila tolok ukur kehidupan kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Theo.
Dia menyatakan, Pancasila mesti dielaborasi dan diturunkan sampai ke pembentukan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah (perda). “Generasi sekarang, di mana pun kader-kader GMNI berkiprah baik di legislatif dan eksekutif, betul-betul berjuang saat membuat undang-undang, kebijakan serta perda patokannya Pancasila,” tegasnya.
“Kalau undang-undang lahir menyimpang dari prinsip-prinsip nilai-nilai Pancasila, itu jelas tidak akan bisa mendukung kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila harus jadi patokan kita sebagai NKRI.”

Sumber : Beritasatu.com

Tahun Depan, Asrama Pancasila Pekanbaru yang Terbakar Segera Dibangun

Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Lodewyk Pusung melihat bangunan yang terbakar di Asrama Pancasila, Pekanbaru, Riau, Senin (12/12/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Sepuluh unit rumah Asrama Pancasila milik TNI AD di Jalan Sutomo, Pekanbaru, yang terbakar segera dibangun tahun depan.
Kepastian itu disampaikan Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Lodewyk Pusung di sela kunjungannya ke Pekanbaru, Riau, Senin (12/12/2016).
"Paling lama Januari tahun depan akan kita bangun," ujar Pangdam di lokasi.
Dikatakannya, spesifikasi bangunan akan disesuaikan dan seluruh instalasi listrik juga akan diperbaharui.
"Bangunan asrama adalah bangunan tua. Jadi perlu dilakukan pengecekan kabel-kabel. Kalau ada yang terkelupas itu sangat bahaya," ucap dia.
Selain merencanakan pembangunan, pihaknya juga memberikan bantuan kepada personel yang tertimpa musibah, di antaranya sembako, perabotan dan kebutuhan pakaian dinas.
Dokumen personel yang terbakar juga akan diurus kembali. Sepuluh unit rumah dinas di Asrama Pancasila terbakar diduga karena arus pendek pada Jumat (9/12/2016).
Penghuni asrama tidak bisa berbuat banyak sehingga hampir seluruh perabotan dan barang ikut terbakar.
Penulis: Budi Rahmat
Editor: Y Gustama
Editor Blogger : Ricky Nathaniel